Sisi Gelap AI Generatif: Implikasi Etis yang Tidak Dapat Anda Abaikan

“Integrasi etis dari kecerdasan buatan dengan nilai dan emosi manusia adalah dasar dari kecerdasan buatan di masa depan.” Amit Ray

AI generatif telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir karena kemampuannya yang mengesankan untuk menghasilkan konten yang sangat realistis dan beragam.

Dari menghasilkan gambar dan video hingga membuat musik dan menulis, AI generatif telah menunjukkan potensi untuk merevolusi berbagai bidang. Namun, seperti halnya teknologi baru, ada juga implikasi etis yang harus dipertimbangkan.

Pada artikel ini, kita akan mengeksplorasi bagaimana AI generatif dapat digunakan untuk tujuan jahat dan bagaimana hal itu dapat memperburuk bias dan ketidaksetaraan yang ada.

AI generatif dan Deepfake

Salah satu masalah etika yang paling memprihatinkan terkait dengan AI generatif adalah potensi penyalahgunaannya , terutama dalam bentuk deepfake . Deepfake adalah pemalsuan digital yang menggunakan AI generatif untuk memanipulasi gambar dan video untuk membuat konten yang realistis tetapi salah.

Meskipun teknologi ini memiliki kegunaan yang sah dalam industri hiburan, di tangan yang salah, deepfake dapat digunakan untuk menyebarkan informasi yang salah, memanipulasi opini publik, dan bahkan memicu kekerasan.

Penggunaan AI generatif dalam deepfake telah menimbulkan beberapa kekhawatiran serius. Misalnya, selama Pemilihan Presiden AS 2020, muncul video deepfake yang menunjukkan sisi negatif kedua kandidat.

Meskipun beberapa dari video ini dengan cepat dibantah, video tersebut masih berpotensi memengaruhi opini publik dan mengikis kepercayaan dalam proses demokrasi.

AI, Bias, dan Ketimpangan

Pertimbangan etis lain yang terkait dengan AI generatif adalah potensinya untuk memperburuk bias dan ketidaksetaraan yang ada. Sistem AI hanya sebaik data yang mereka latih, dan jika data itu bias, algoritme yang dihasilkan juga akan bias.

Hal ini khususnya memprihatinkan di bidang-bidang seperti perekrutan, di mana sistem AI semakin banyak digunakan untuk menyaring pelamar kerja.

Salah satu contoh penting dari hal ini terjadi pada tahun 2018 ketika Amazon harus menghapus alat perekrutan AI yang dianggap bias terhadap wanita. Alat tersebut dilatih tentang resume yang dikirimkan ke Amazon selama periode 10 tahun, dan karena sebagian besar resume tersebut berasal dari laki-laki, algoritme belajar untuk mendukung kandidat laki-laki.

AI Generatif dan Masalah Hak Cipta Saat Ini

Ada juga kekhawatiran tentang kepemilikan konten yang dihasilkan AI generatif. Siapa yang memiliki hak cipta jika model AI generatif menciptakan karya seni atau musik? Apakah orang yang melatih model, pengembang perangkat lunak, atau AI itu sendiri? Pertanyaan etis yang rumit ini perlu dijawab karena AI generatif menjadi lebih umum.

AI Generatif Dapat Mempengaruhi 300 Juta Pekerjaan

Ekonom Goldman Sachs percaya AI generatif dapat menggantikan hingga seperempat dari pekerjaan saat ini secara global. “Jika AI generatif memberikan kemampuan yang dijanjikannya, pasar tenaga kerja dapat menghadapi gangguan yang signifikan,” kata bankir investasi itu dalam catatan penelitian ( PDF ) hari Minggu.

Meskipun belum cukup canggih untuk menggantikan penulis manusia sepenuhnya, ini telah menunjukkan potensi untuk menghasilkan artikel berita dan jenis konten lainnya dengan cepat dan efisien.

Itu bisa berdampak serius pada pasar tenaga kerja. Di AS, posisi dukungan kantor dan administrasi memiliki risiko terbesar penggantian tugas (46%), diikuti oleh posisi hukum (44%), dan pekerjaan arsitektur dan teknik (37%).

Terlepas dari masalah etika ini, ada juga banyak manfaat potensial yang terkait dengan AI generatif. Misalnya, ini berpotensi membuat beberapa tugas menjadi lebih efisien dan hemat biaya, seperti membuat rekomendasi yang disesuaikan untuk konsumen atau menghasilkan gambar berkualitas tinggi untuk bisnis.

Kesimpulannya, untuk mengatasi masalah etika seputar AI generatif, mungkin perlu untuk mengembangkan kebijakan baru dan jaring pengaman sosial . Melalui pengembangan pedoman dan peraturan etika, kita dapat memanfaatkan kekuatannya untuk kebaikan sambil meminimalkan potensi risiko.

“AI pada dasarnya tidak baik atau jahat, bagaimana kita menggunakannya yang menentukan dampaknya terhadap masyarakat.” Fei-Fei Li